Indonesia merayakan usia kemerdekaannya yang ke-80 hari ini, tepat 17 Agustus 1495. Delapan dekade perjalanan telah dilalui sejak Proklamasi tersebut, menciptakan fondasi bangsa yang kuat. Namun, pertanyaannya muncul, apakah kemerdekaan yang telah diraih tersebut telah diisi dengan keberhasilan yang sesungguhnya?
Kemerdekaan dianggap sebagai anugerah dan tanggung jawab dari Tuhan. Ia bukan tujuan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang. Para pendiri bangsa telah mengorbankan darah dan air mata demi menciptakan sejarah kemerdekaan dari penjajahan fisik. Namun, masih terdapat penjajahan baru yang dihadapi saat ini: kemiskinan, kebodohan, korupsi, ketidakadilan, dan pertikaian.
Data dari BPS menunjukkan bahwa 26,5 juta rakyat Indonesia masih hidup dalam kondisi miskin. Tingkat pengangguran masih tinggi dan laporan PISA menempatkan posisi Indonesia dalam literasi membaca dan matematika yang rendah. Di sisi lain, Oxfam melaporkan ketimpangan kekayaan yang besar di Indonesia.
Untuk menuju kejayaan sesungguhnya, Indonesia harus mencapai cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Generasi muda, yang saat ini mendominasi populasi Indonesia, dianggap sebagai aset emas bagi bangsa ini. Namun, perlu diperhatikan bahwa bonus demografi akan menjadi bencana jika potensi mereka tidak dimaksimalkan.
Sebagai bangsa, Indonesia harus tidak hanya puas dengan kemerdekaan yang sudah diraih, tetapi juga berusaha untuk mencapai kejayaan sejati. Melalui pendidikan dan persatuan, generasi muda harus didorong untuk menciptakan lapangan kerja, bukan hanya mencari pekerjaan. Keyakinan bahwa persatuan, perbaikan, dan rekonsiliasi menjadi kunci kejayaan bangsa Indonesia harus ditanamkan dengan kuat.
Di usia kemerdekaan yang ke-80 ini, tekad untuk membangun Indonesia menjadi bangsa yang dihormati harus diperkuat. Kemerdekaan bukan hanya tentang hidup, tetapi juga tentang keberhasilan. Artinya, kemerdekaan harus memberikan inspirasi bagi setiap individu untuk meraih kejayaan tanpa batas.