Haji tidak hanya sekedar perjalanan fisik menuju Tanah Suci. Ia adalah latihan spiritual, sosial, dan moral yang menyeluruh di mana setiap jiwa dipanggil untuk menyucikan niat, merapikan akhlak, dan meneguhkan nilai-nilai ketauhidan. Setiap langkah di tanah Arafah, Muzdalifah, dan Mina adalah jejak-jejak perenungan yang membawa kita pada inti kemanusiaan dan ketakwaan. Selama di Tanah Suci, kita semua – sebagai salah satu dari jutaan umat Islam yang terpilih – harus menanam rasa syukur yang dalam dan mendoakan kedamaian serta keberkahan bagi keluarga, saudara, dan bangsa di Indonesia.
Dalam menghadapi perjalanan haji, para jamaah juga perlu menjaga kesehatan, akhlak, dan kehormatan diri. Di era digital ini, satu kesalahan kecil bisa dengan mudah menjadi viral dan merusak reputasi yang telah dibangun. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan kebaikan yang mampu menutupi kesalahan daripada sebaliknya. Saya selalu ingatkan bahwa menjaga niat, memperhatikan pakaian ihram, mandi sunnah, dan mematuhi larangan-larangan merupakan bagian dari ketaatan yang akan membentuk disiplin spiritual.
Wukuf di Arafah adalah inti dari perjalanan haji. Waktu yang dihabiskan dari zawal hingga Maghrib sebaiknya tidak disia-siakan dalam tidur atau percakapan tanpa arah. Gunakan momen tersebut untuk bersujud, menangis atas dosa-dosa, dan memohon ampunan. Pulang dari haji bukan hanya membawa gelar “Haji” di depan nama, tetapi juga tanggung jawab untuk menjadikan diri sebagai agen perubahan yang membawa nilai-nilai kesucian, kesabaran, dan kepedulian.
Semoga haji tahun ini menjadi momentum kebangkitan moral umat, di mana setiap jamaah pulang sebagai insan yang siap menerangi sekitarnya. Di tengah tantangan yang kompleks, semoga para haji dapat menjadi pendorong nilai-nilai kebaikan bagi seluruh umat.