Industri penerbangan nasional masih menghadapi tekanan berat akibat berbagai tantangan struktural dan eksternal, ungkap Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (Inaca), Denon Prawiraatmadja. Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Denon menyatakan bahwa ketegangan geopolitik global, terbatasnya suku cadang pesawat, fluktuasi harga minyak dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menjadi faktor yang mengganggu rantai pasok di sektor ini.
Selain itu, dampak pandemi Covid-19, kebijakan pemerintah, dan persaingan bisnis yang ketat juga menyebabkan industri penerbangan masih belum pulih sepenuhnya dari efek pandemi. Indikasi tekanan tersebut terlihat dari stagnasi jumlah penumpang penerbangan domestik berjadwal selama 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Denon juga menyebut bahwa hambatan operasional lainnya meliputi regulasi yang dianggap masih kurang fleksibel, risiko kurs rupiah, kompleksitas pengadaan suku cadang, serta hubungan antara maskapai dengan pengelola bandara dan AirNav Indonesia.
Namun, Inaca telah mengusulkan serangkaian strategi jangka pendek, menengah, dan panjang sebagai langkah solutif. Mereka berharap adanya pembahasan menyeluruh terkait industri penerbangan, peningkatan kondisi finansial maskapai penerbangan melalui regulasi yang lebih adil, dan penguatan Safety Management System (SMS) dan budaya keselamatan.
Inaca juga mendorong pemerintah untuk mendukung konektivitas berbasis sistem hub and spoke, deregulasi ekspor-impor suku cadang, dan pengembangan sektor penerbangan strategis agar dapat meningkatkan aksesibilitas domestik, regional, dan internasional. Usulan lainnya adalah pembentukan Dewan Transportasi untuk mendorong sistem transportasi multimoda demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
