Setiap tahun pada tanggal 6 Februari, dunia memperingati Hari Anti-Sunat Perempuan Sedunia. Sunat pada bayi perempuan tetap menjadi topik kontroversial di antara para orang tua. Beberapa menyatakan bahwa sunat perempuan adalah praktik yang tidak manusiawi dan melanggar hak asasi perempuan. Mereka khawatir tindakan ini dapat memiliki dampak negatif baik secara fisik maupun psikologis, serta dapat memengaruhi kehidupan sosial anak di masa depan. Namun, di sisi lain, ada yang melihat sunat perempuan sebagai bagian dari tradisi turun-temurun atau pemahaman agama yang harus dijalankan. Perbedaan pandangan ini menyebabkan diskusi tentang sunat perempuan terus berlanjut tanpa adanya kesepakatan universal.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/PER/MENKES/XI/2010, sunat perempuan didefinisikan sebagai tindakan menggores kulit bagian depan klitoris tanpa melukai klitoris itu sendiri. Namun, definisi ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menganggap sunat perempuan sebagai bentuk mutilasi alat kelamin perempuan. WHO menjelaskan bahwa sunat perempuan mencakup berbagai prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin perempuan bagian luar tanpa alasan medis.
Praktik sunat perempuan di Indonesia dilakukan dalam berbagai cara. Berdasarkan studi Komnas Perempuan dan PSKK UGM pada tahun 2017, mayoritas sunat perempuan dilakukan pada usia 1-5 bulan. Data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 menunjukkan bahwa 21,3% anak perempuan mengalami sunat dengan pemotongan atau pelukaan, sementara 33,7% lainnya menjalani sunat secara simbolis.
Secara global, jumlah anak perempuan yang berisiko mengalami sunat perempuan masih tinggi. Diperkirakan sekitar 4,4 juta anak perempuan dan lebih dari 12.000 anak perempuan setiap harinya terancam mengalami praktik ini di seluruh dunia. Meskipun beberapa masyarakat mempertahankan sunat perempuan sebagai bagian dari tradisi, organisasi kesehatan internasional menegaskan bahwa sunat perempuan dapat membahayakan kesehatan dan kesejahteraan anak perempuan.
Perdebatan seputar sunat perempuan tidak hanya terkait dengan budaya atau kepercayaan, tetapi juga menyangkut hak, kesehatan, dan perlindungan perempuan dan anak. Berbagai pihak terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran akan praktik sunat perempuan sehingga dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan dan anak.