BANDUNG | jakartaraya
Sebelum Tahun Baru Imlek tiba, pusat perbelanjaan mulai menawarkan beragam pernak-pernik dan sajian khas untuk menyambut perayaan ini. Salah satu yang paling diminati adalah kue keranjang, atau Nian Gao dalam bahasa Mandarin.
Kue keranjang, yang juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti kue ranjang, kue bakul, atau dodol Cina, memiliki makna dan sejarah yang kaya. Berikut adalah pengertian kue keranjang serta sejarahnya yang selalu dikaitkan dengan perayaan Imlek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apa Sebenarnya Kue Keranjang?
Dalam dialek Hokkian, kue keranjang disebut sebagai tii kwee yang artinya kue manis. Kue ini terbuat dari campuran ketan dan gula yang dicetak dalam wadah berbentuk keranjang. Oleh karena itu, kue ini dikenal sebagai kue keranjang di Indonesia.
Kue keranjang memiliki tekstur dan rasa yang mirip dengan dodol, sehingga sering disebut sebagai dodol Cina di Jawa Barat. Rasanya legit manis dengan tekstur kenyal dan lengket. Biasanya, disarankan untuk menyimpan kue keranjang di suhu ruangan atau dalam lemari pendingin agar teksturnya tetap padat dan keras.
Sebelum dikonsumsi, kue ini harus dikukus terlebih dahulu untuk membuatnya lunak dan kenyal. Hal ini dijelaskan oleh Hermanto, pemilik Toko 21 yang menjual Kue Keranjang di Astanaanyar, Kota Bandung.
Hermanto juga menjelaskan bahwa bentuk kue keranjang mungkin tidak selalu bulat sempurna dan terlihat sedikit miring di bagian atasnya, namun hal ini tidak mempengaruhi rasa dari kue tersebut.
Sejarah dan Legenda Kue Keranjang
Menurut legenda, kue keranjang bermula dari masa paceklik di Tiongkok. Saat itu, penduduk daerah yang dilanda kekeringan mencari perlindungan ke daerah yang lebih subur. Di perjalanan tersebut, mereka menciptakan makanan tahan lama dan mengenyangkan, termasuk kue keranjang.
Bahan utama kue keranjang adalah tepung ketan dan gula. Gula dicampur dengan tepung ketan, kemudian dikukus dalam cetakan berbentuk keranjang. Adonan ini biasanya dibungkus dengan daun pisang atau plastik.
Legenda ini diperkirakan terjadi sekitar 2.500 tahun yang lalu setelah kematian Jenderal dan Politikus Kerajaan Wu yang bernama Wu Zixu. Kue keranjang kemudian digunakan sebagai sesajian dalam upacara sembahyang leluhur menjelang tahun baru Imlek, khususnya pada malam Tahun Baru Imlek.
Ada beberapa versi legenda terkait kue keranjang, salah satunya adalah legenda Dewa Dapur di mana masyarakat Tionghoa menggunakan kue sebagai persembahan kepada Dewa Dapur untuk melawan keberuntungan buruk.
Kue Keranjang dan Tahun Baru Imlek
Karakteristik kue keranjang memiliki makna simbolis yang kuat. Rasa manis dan tekstur kenyal serta lengket diharapkan melambangkan kehidupan yang manis dan harmonis di masa depan.
Bentuk bundar kue ini juga melambangkan harapan akan kesatuan, kerukunan, dan kelekatan keluarga. Itulah mengapa kue keranjang sangat erat kaitannya dengan perayaan Tahun Baru Imlek.
Sehari sebelum Tahun Baru Imlek dimulai, keluarga Tionghoa biasanya mempersiapkan sembahyang untuk leluhur mereka. Kue keranjang menjadi salah satu sajian penting dalam sembahyang ini, disusun secara bertingkat tinggi dengan harapan akan adanya peningkatan rezeki dan kemakmuran di tahun yang akan datang.
Dalam tradisi Tionghoa, kue keranjang juga biasanya dikonsumsi terlebih dahulu pada Tahun Baru Imlek sebagai simbol keberuntungan sebelum menyantap makanan lainnya.
Demikianlah penjelasan lengkap mengenai kue keranjang beserta makna dan sejarah tradisinya yang sangat terkait dengan perayaan Tahun Baru Imlek. Selamat merayakan Tahun Baru Imlek! (il/BDR)