Konsep “kepemimpinan humanis” berakar dari psikologi humanistik yang menekankan pentingnya pertumbuhan individu, aktualisasi diri (self-actualization), dan pengembangan holistik individu. Konsep ini sejalan dengan perspektif teoritis seperti kepemimpinan transformasional, kepemimpinan pelayanan, dan kepemimpinan autentik. Kepemimpinan humanis mengintegrasikan teori-teori tersebut dengan menempatkan fokus yang kuat pada empati, kolaborasi, dan perlakuan etis terhadap individu dalam konteks organisasi. Model ini tidak hanya berfokus pada pencapaian tujuan organisasi, tetapi juga pada perkembangan individu, kesejahteraan kolektif, dan dampak positif terhadap masyarakat.
Kepemimpinan humanis menjadi landasan yang kuat untuk membangun organisasi yang berkelanjutan, mengintegrasikan prinsip-prinsip kemanusiaan, empati, dan keadilan. Sebagai sebuah konsep yang holistik, kepemimpinan humanis menciptakan lingkungan di mana kebutuhan, aspirasi, dan nilai-nilai unik setiap individu diakui dan dihormati.
Ada beberapa elemen kunci dari model kepemimpinan humanis. Pertama, adanya empati sebagai fondasi. Pemimpin humanis tidak hanya memandang anggota tim sebagai sumber daya produktif, tetapi juga sebagai individu dengan kebutuhan dan aspirasi masing-masing. Aktif mendengarkan, merespons, dan memahami berbagai perspektif di dalam organisasi, pemimpin humanis menciptakan hubungan yang didasarkan pada saling percaya dan penghargaan. Rasa empati yang dimiliki oleh Iwan Bule banyak dikagumi oleh masyarakat. Salah satunya adalah kesaksian dapat dikonfirmasi dari beberapa anggota klub motor Merah Putih Hitam (MPH) dan pemuda dari organisasi masyarakat yang pada saat itu turut memberikan dukungan kepada Iwan Bule di Rumah Aspirasi, Kota Bandung, pada 4 Maret 2023.
Kedua, keterlibatan dan partisipasi sebagai strategi yang diaplikasikan dalam kepemimpinan humanis. Lebih dari sekadar upaya untuk meningkatkan produktivitas, keterlibatan aktif anggota tim dalam pengambilan keputusan dan kontribusi kreatif individu bertujuan memastikan bahwa setiap anggota tim merasa dihargai dan memiliki peran yang signifikan dalam mencapai tujuan bersama.
Ketiga, pengembangan individu menjadi fokus utama dalam kepemimpinan humanis. Pemimpin tidak hanya memandang anggota tim sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi, melainkan sebagai individu yang memiliki potensi pertumbuhan dan perkembangan personal.
Keempat, keadilan, kesetaraan, dan keterbukaan menjadi dasar yang kokoh dalam kepemimpinan humanis. Dengan menerapkan kebijakan yang adil dan inklusif, pemimpin humanis menciptakan lingkungan kerja yang aman dan mendukung.
Kelima, keterbukaan dan komunikasi transparan membangun budaya kerja yang jujur dan terbuka. Pemimpin humanis berbagi informasi dengan transparan, mengakui keberhasilan dan kegagalan sebagai pelajaran bersama.
Terakhir, pemberdayaan menjadi pusat dari kepemimpinan humanis, di mana tanggung jawab dan otonomi diberikan kepada anggota tim. Lebih dari sekadar memberikan wewenang, pemimpin humanis juga memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.