Pemerintah Indonesia terus mendorong percepatan adopsi kendaraan listrik sebagai bagian dari strategi transisi energi dan penguatan industri otomotif nasional. Langkah ini dilakukan melalui berbagai kebijakan insentif yang menarik perhatian investor global. Namun, pemerintah juga menetapkan aturan ketat guna memastikan industri ini tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.
Salah satu kebijakan penting yang ditegaskan adalah penghentian insentif impor untuk mobil listrik utuh (Completely Built-Up/CBU) pada tahun 2026. Insentif tersebut berupa pembebasan bea masuk serta keringanan PPnBM dan PPN, yang berlaku hingga Desember 2025. Dengan demikian, fokus selanjutnya akan diprioritaskan pada pengembangan produksi lokal kendaraan listrik.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa izin impor dengan fasilitas keringanan tidak akan diperpanjang setelah habis masa berlakunya. Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta. Kedua pihak menegaskan bahwa kebijakan insentif CBU untuk investasi akan segera berakhir, dan Indonesia akan menjadi pusat produksi kendaraan listrik, bukan hanya pasar konsumen.
Pemerintah meminta seluruh perusahaan yang telah memanfaatkan fasilitas impor mobil listrik untuk segera melaksanakan komitmen investasi yang telah disepakati. Total investasi yang direncanakan dari program ini mencapai belasan triliun rupiah, dengan target produksi ratusan ribu unit mobil listrik untuk meningkatkan daya saing industri otomotif nasional. Produksi dalam negeri menjadi fokus utama setelah berakhirnya masa insentif impor, memberikan manfaat berupa lapangan kerja, transfer teknologi, dan keberlanjutan industri kendaraan listrik.
Selain itu, aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk produsen mobil listrik juga ditegaskan oleh Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono. Mulai tahun 2026, produsen harus mematuhi regulasi TKDN, dengan target peningkatan nilai TKDN dari 40 persen menjadi 60 persen secara bertahap. Hal ini diharapkan dapat memperbesar kontribusi industri lokal dalam rantai pasok kendaraan listrik.