Setiap tahun ketika Idul Adha tiba, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan tradisi ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan dan kepedulian sosial. Dalam ibadah ini, tidak hanya daging hewan kurban yang dimanfaatkan, tetapi kulit hewan tersebut juga memiliki potensi besar yang sering kali belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan pengolahan yang tepat, kulit hewan kurban dapat dijadikan bahan baku untuk berbagai produk bernilai ekonomi tinggi seperti kerajinan tangan, alas kaki, dan produk fesyen.
Manfaat dari kulit hewan kurban sangat beragam. Mulai dari menjadi bahan baku industri kulit yang menghasilkan berbagai produk fashion seperti tas, sepatu, sabuk, dan dompet, hingga pembuatan barang keras seperti sarung pisau dan tas penyimpan senjata. Tak hanya itu, kulit hewan kurban juga dapat digunakan untuk pembuatan alat musik tradisional seperti bedug dan rebana, serta perlengkapan rumah tangga seperti kantung air, terpal, timba, dan alas duduk.
Pemanfaatan kulit hewan kurban tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga membantu dalam pengurangan limbah organik yang berpotensi mencemari lingkungan. Selain itu, pengolahan kulit hewan kurban juga membantu dalam pelestarian tradisi dan budaya lokal, memperkuat identitas budaya dan warisan bangsa.
Dalam perspektif hukum Islam, pemanfaatan kulit hewan kurban memiliki ketentuan khusus. Mayoritas ulama sepakat bahwa menjual bagian dari hewan kurban, termasuk kulitnya, tidak diperbolehkan jika hasil penjualan tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. Namun, bila hasil penjualan tersebut disedekahkan atau digunakan untuk kepentingan umum, seperti mendukung pelaksanaan ibadah kurban, maka hal tersebut diperbolehkan.
Dengan manfaat yang besar dan penanganan yang sesuai dengan prinsip syariah, pemanfaatan kulit hewan kurban dapat menjadi bagian dari tradisi yang berkelanjutan yang tidak hanya memberikan manfaat luas bagi umat, tetapi juga mendukung perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat.