Tempe, makanan fermentasi khas Nusantara, memiliki sejarah panjang yang mencerminkan inovasi kuliner dan kekayaan budaya yang unik. Berasal dari dapur tradisional masyarakat Jawa, tempe telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tempe, yang begitu terkait dengan budaya lokal, mengalami perkembangan pesat setelah mengalami modernisasi industri pada abad ke-20, dan kini dikenal di seluruh dunia sebagai salah satu simbol kuliner Indonesia.
Meskipun belum ada kesepakatan pasti tentang kapan tempe pertama kali muncul, berbagai catatan sejarah menunjukkan bahwa tempe telah hadir di tanah Jawa sejak berabad-abad yang lalu. Berbagai jenis tempe khas Nusantara telah bermunculan, seperti tempe kacang hijau, tempe kacang tanah, tempe dari daun singkong, dan lain sebagainya.
Sejarah tempe di Indonesia dapat ditelusuri melalui Serat Centhini jilid 3, yang mengisahkan tentang pemuda Cebolang yang menemukan tempe saat singgah di Dusun Tembayat, Klaten, Jawa Tengah. Pada mulanya, tempe dibuat dari kedelai hitam yang dibudidayakan oleh masyarakat desa di wilayah Mataram, Jawa Tengah.
Saat ini, produksi tempe di Indonesia melibatkan sekitar 150.000 unit usaha yang tersebar di seluruh provinsi. Tempe tidak hanya menjadi lauk andalan di berbagai kalangan masyarakat Indonesia, tetapi juga menyumbang sekitar 10% dari total asupan protein rakyat. Tempe juga dikenal secara luas di tingkat global dan sudah diproduksi di lebih dari 20 negara.
Sejarah tempe di Indonesia memperlihatkan kekayaan tradisi dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tempe bukan hanya sekadar makanan, tapi juga merupakan bagian dari identitas budaya Indonesia yang patut dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya.