27.6 C
Jakarta
Sunday, July 13, 2025

Strategi Pengembangan Layanan Keagamaan Inklusif

Kementerian Agama (Kemenag) sedang mengakhir proses finalisasi pedoman penghitungan kebutuhan jabatan fungsional penyuluh agama. Tindakan ini tidak hanya sekadar hal administratif, tetapi juga merupakan bagian penting dalam upaya pemenuhan hak konstitusional masyarakat untuk mendapatkan layanan keagamaan yang memadai.

Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag, Ahmad Zayadi, menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin hak-hak keagamaan warga negara. Lebih lanjut, Zayadi menegaskan bahwa proses penyusunan pedoman ini mengacu pada aturan nasional, khususnya Pasal 44 Ayat 2 Peraturan Menteri PAN-RB yang mengatur jabatan fungsional penyuluh agama, tidak hanya untuk agama Islam namun juga untuk agama-agama lainnya.

Proses harmonisasi pedoman ini sudah mendapatkan izin prinsip dari Kementerian PAN-RB dan telah diuji coba lintas kementerian termasuk Direktorat Jenderal Dukcapil. Perhitungan kebutuhan jabatan fungsional penyuluh agama melibatkan variabel seperti jumlah umat, beban kerja, kompleksitas persoalan keagamaan, dan kondisi geografis.

Salah satu masalah yang dihadapi adalah berkurangnya jumlah penyuluh agama, dari sekitar 55.000 penyuluh hanya tersisa sekitar 38.000. Ada banyak penyuluh yang beralih ke jabatan lain karena pendidikan mereka memungkinkan mengikuti seleksi ASN di bidang lain. Oleh karena itu, perhitungan ulang yang akurat dan terstruktur diperlukan.

Pedoman penghitungan kebutuhan ini juga mencakup penguatan peran penyuluh agama dalam berbagai aspek, seperti pembinaan keluarga sakinah, penguatan zakat dan wakaf, serta pendampingan umat dalam menghadapi persoalan sosial keagamaan. Selain itu, peran penyuluh agama diharapkan dapat menjadi penghubung antara kebijakan pembangunan dan realitas sosial keagamaan.

Albertus Triyatmojo, Sekretaris Ditjen Bimas Katolik yang juga Plt Direktur Urusan Agama Katolik, menyoroti pentingnya regulasi ini. Ia juga menegaskan bahwa pendekatan kebutuhan harus mempertimbangkan kondisi geografis dan konteks daerah, seperti di Nusa Tenggara Timur yang memiliki enam keuskupan.

Dengan selesainya proses harmonisasi, rancangan peraturan ini akan segera diajukan ke Menteri Agama untuk diundangkan. Langkah ini diharapkan dapat menjadi dasar yang kuat untuk memperkuat sistem layanan keagamaan nasional yang inklusif, adil, dan merata bagi seluruh umat beragama di Indonesia.

Source link

Related Articles

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

berita terbaru