Setiap orang pernah mengalami perasaan cemas atau takut, terutama saat menghadapi situasi baru seperti wawancara kerja atau berbicara di depan umum. Namun, jika perasaan itu berlangsung secara intens dan berkepanjangan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, itu bisa menjadi tanda gangguan kecemasan atau anxiety disorder. Gangguan ini ditandai dengan rasa cemas, khawatir, dan takut secara berlebihan terhadap situasi yang biasa bagi orang lain. WHO mencatat bahwa ada sekitar 301 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kecemasan, termasuk 58 juta anak-anak dan remaja. Di Indonesia, anxiety disorder merupakan penyakit kedua dengan jumlah penderita terbanyak.
Gejala gangguan kecemasan bervariasi pada setiap individu, namun secara umum, penderita akan merasakan kombinasi gejala fisik dan emosional. Gejala umum meliputi perasaan cemas yang tak terkendali, gelisah, kesulitan tidur, kesulitan berkonsentrasi, dan lainnya. Gejala ini dapat berlangsung selama lebih dari enam bulan dan signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya.
Penyebab anxiety disorder melibatkan faktor genetik, ketidakseimbangan hormon otak, lingkungan tekanan, penyalahgunaan zat, konsumsi kafein berlebihan, dan kondisi medis tertentu. Otak penderita gangguan kecemasan memiliki cara tertentu dalam mengolah rasa takut dan memori yang membuatnya lebih sensitif terhadap stimulus mengancam.
Diagnosis anxiety disorder hanya dapat dilakukan oleh tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater. Penting untuk mencari bantuan profesional jika merasakan gejala yang mengganggu fungsi harian, karena semakin dini ditangani, semakin besar peluang untuk pulih dan kembali menjalani hidup dengan normal.
Dengan memahami gejala dan penyebab anxiety disorder, seseorang dapat lebih waspada dan segera mencari bantuan jika merasakan gejala yang mengkhawatirkan. Selain itu, dukungan dari keluarga dan lingkungan juga dapat membantu dalam proses penyembuhan gangguan kecemasan.