Perkembangan dunia digital yang sangat dinamis telah menggeser fungsi dasar media sosial, saat ini media sosial menjelma menjadi ekosistem digital dengan beragam kegunaan. Konsumsi media sosial tidak lagi hanya memengaruhi cara kita dalam berkomunikasi, tetapi juga berbagai aspek kehidupan, termasuk mengubah cara kita menjalani hidup, seperti bagaimana kita melakukan pekerjaan, cara kita memenuhi kebutuhan sehari-hari, mempengaruhi bagaimana terbentuknya opini publik dan bahkan menggeser lifestyle kita.
Dengan mengakses media sosial, kita terpapar berbagai macam tren gaya hidup, mulai dari tren fashion, kuliner, gaya hidup sehat hingga gaya ber-travelling. Tren-tren tersebut seringkali bermula dari unggahan influencer atau teman-teman terdekat kita dan akhirnya menyebar luas melalui media sosial.
Media sosial juga telah mengubah cara kita berbelanja dan berjualan. Toko online buka 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dengan etalase yang tak terbatas, cukup dengan scrolling layar ponsel, ribuan bahkan jutaan produk terpampang di depan mata. Inilah peran media sosial sebagai “etalase digital”. Para pemasar, dari skala UMKM hingga korporasi besar, memanfaatkan kekuatan media sosial untuk mempromosikan produk bahkan sampai melakukan penjualan langsung melalui live shopping.
Media sosial juga membantu pemasar dalam mengembangkan bisnis dengan cara yang lebih efisien dan low budget. Berkat media sosial di mana konsumen dan penjual dapat berinteraksi tanpa batasan geografis, para pemasar dapat dengan mudah menjangkau berbagai level konsumen di berbagai lokasi bahkan luar negeri sekalipun.
Dari sisi lain, pemasaran melalui media sosial menjadi godaan besar bagi para konsumen, menyebabkan seringkali melakukan “impulsive buying”. Unggahan dari mutual friends, review produk dari para influencer, dan iklan-iklan yang dikemas dengan visual yang sangat menarik, didukung juga dengan algoritma media sosial yang sangat canggih yang dapat menargetkan audiens secara spesifik.
Media sosial adalah ‘ruang publik’ yang cukup powerful, di mana di satu sisi dapat menginspirasi, memicu kreatifitas dan meningkatkan produktivitas. Tapi di sisi lainnya dapat juga membentuk gaya hidup yang konsumtif dan overexposure. Paparan tanpa henti yang dilakukan oleh pemasar dapat memicu kebutuhan sekunder yang mungkin awalnya tidak kita sadari.
Dalam menghadapi godaan impulsive buying yang seringkali dipicu oleh konten komersial pada media sosial, ada beberapa tips untuk memahami perilaku konsumen digital. Pertama adalah mengenali pola konsumsi digital dengan menganalisis bagaimana pola kita berinteraksi dengan konten di media sosial. Kedua, terapkan aturan “Cooling Period” untuk memberikan jeda waktu antara melihat konten yang menarik dan memutuskan untuk membeli. Ketiga, bedakan antara keinginan dan kebutuhan sebelum menambahkan item ke keranjang.
Fenomena cart abandonment adalah hasil dari kebiasaan scrolling media sosial tanpa henti dan psikologi pengambilan keputusan konsumen. Konsumen dapat menjadi smart shopper dengan berbelanja dengan lebih bijak. Kehadiran media sosial dalam dunia e-commerce dapat memantik keinginan konsumen namun konsumen juga memiliki kendali untuk berbelanja dengan lebih bijak. Pahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan serta jangan biarkan godaan sesaat mengalahkan pertimbangan rasional.