27.5 C
Jakarta
Monday, April 28, 2025

Peringatan Malam Nuzulul Qur’an: Tradisi Keislaman dan Kebangsaan

Peringatan malam Nuzulul Qur’an pada 17 Ramadhan telah menjadi tradisi keagamaan yang sangat penting bagi umat Islam di Indonesia. Peristiwa ini menandai turunnya wahyu pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadhan 610 M di Gua Hira. Tradisi ini tidak hanya merupakan momen spiritual, tetapi juga simbol integrasi antara nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, yang didukung oleh para pemimpin negara sejak era kemerdekaan.

Namun, pada Ramadhan 1446 H, tepatnya pada 21 Maret 2025, saat puasa memasuki hari ke-21, belum ada pernyataan resmi dari Presiden Prabowo Subianto terkait peringatan malam Nuzulul Qur’an. Ketidakhadiran pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kesinambungan tradisi yang dibangun oleh presiden-presiden sebelumnya. Sejarah peringatan Nuzulul Qur’an di Indonesia bermula saat diresmikan sebagai perayaan nasional oleh Presiden Soekarno, yang memandang Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi moral dan intelektual yang mampu menyatukan masyarakat Indonesia.

Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh presiden-presiden berikutnya, termasuk Presiden Joko Widodo, yang secara konsisten menyampaikan pesan-pesan keislaman dan kebangsaan setiap 17 Ramadhan. Namun, ketidakhadiran pernyataan dari Presiden Prabowo menimbulkan kontrast yang signifikan. Hal ini bisa diinterpretasikan dari berbagai sudut pandang, mulai dari fokus prioritas kepemimpinan hingga pendekatan baru dalam komunikasi publik.

Dalam konteks sosiologi politik, peringatan Nuzulul Qur’an bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga alat legitimasi simbolik yang menunjukkan komitmen pemimpin terhadap mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam. Tanpa adanya pernyataan resmi, ruang simbolik ini menjadi kosong, yang dapat memunculkan spekulasi di kalangan masyarakat. Absennya pernyataan juga perlu dilihat dalam konteks teologis dan historis Nuzulul Qur’an itu sendiri.

Ketidakhadiran pernyataan Presiden Prabowo mengenai peringatan Nuzulul Qur’an menimbulkan refleksi kritis tentang bagaimana pemerintah saat ini memposisikan tradisi keagamaan dalam narasi kebangsaan. Dengan harapan ke depannya, Presiden Prabowo dan jajarannya dapat kembali menghidupkan momentum Nuzulul Qur’an sebagai wujud komitmen terhadap harmoni antara keislaman dan kebangsaan, sekaligus memperkuat ikatan simbolik dengan rakyat Indonesia sebagai refleksi dari identitas bangsa yang telah dirajut selama puluhan tahun.

Source link

Related Articles

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

berita terbaru