JAKARTA RAYA | JAKARTA – Komite Tenaga Kerja Indonesia (KTKI)-Perjuangan mendatangi Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN). Mereka mendesak kedua lembaga tersebut untuk memberi teguran kepada Menteri Kesehatan (Menkes) terkait penetapan drg. Arianti Anaya, MKM sebagai Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dari unsur Pemerintah, padahal yang bersangkutan telah pensiun sejak 1 Oktober 2024.
“Demi akuntabilitas publik dan reformasi birokrasi pada Lembaga Non-Struktural (LNS), kami melaporkan kepada Menpan RB dan Kepala BKN untuk memberi sanksi tegas kepada Menkes terkait penetapan drg. Arianti Anaya sebagai Ketua KKI. Padahal, beliau sudah purna tugas sejak 1 Oktober 2024,” tegas Rahmaniwati, Komisioner KTKI, yang juga merupakan pensiunan Kemenkes dan Perwakilan Profesi Teknisi Gigi.
Menurut mereka, Menkes diduga telah menyalahgunakan wewenang dengan mengangkat mantan Dirjen Tenaga Kesehatan (Nakes) Arianti Anaya sebagai Ketua KKI meskipun sudah pensiun. Tak hanya itu, Arianti Anaya juga terlibat dalam Panitia Seleksi KKI. “Ini adalah indikasi dugaan maladministrasi dalam PMK 12/2024 dan Kepres 69/M/2024,” ungkap Nelly Frida Hursepuny, pensiunan Kemenkes yang juga melaporkan hal ini kepada ‘Lapor Mas Wapres’ di Istana Wapres minggu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rachma Fitriati, Komisioner KTKI yang juga Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, mempertanyakan keberadaan Kepres 69/M/2024 yang dinilai tidak mencerminkan azas kolektif kolegial, yang merupakan prinsip dasar bagi lembaga non-struktural. “Kepres 31/M 2022 diktum ketiga sudah mencerminkan azas kolektif kolegial. Namun Kepres ini justru mengabaikan prinsip tersebut,” ujarnya.
Baequni, Komisioner KTKI yang juga Dosen Senior di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menegaskan bahwa pengangkatan Ketua KKI harus memperhatikan aturan yang jelas terkait pemberhentian PNS. “Menkes dan Mensesneg yang membuat Kepres ini mengabaikan Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,” kata Baequni.
Imelda Retna Weningsih, Komisioner KTKI yang juga Perwakilan Asosiasi Perguruan Tinggi Rekam Medis, menyoroti pelanggaran prosedur oleh Kemenkes. “Kemenkes seharusnya menyampaikan hasil seleksi nama-nama yang terpilih ke publik sebelum ditetapkan dalam Keputusan Presiden, namun hal ini dilanggar,” tegas Imelda.
Acep Effendi, salah satu anggota KTKI, mempertanyakan apakah pengusulan anggota KKI sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, seperti diatur dalam PMK Nomor 12/2024 Pasal 13, serta apakah mempertimbangkan proporsi keterwakilan. “Apakah sesuai jumlah yang diusulkan sebanyak dua kali jumlah kebutuhan?” tanyanya.
Sri Sulistyati, Komisioner KTKI yang mewakili Fasilitas Pelayanan Kesehatan dari Konsil Kefarmasian, menambahkan, “Mengapa unsur pemerintah yang dipilih mendekati batas usia pensiun PNS 65 tahun? Mereka hanya bisa menjabat selama 2-3 tahun sebelum harus digantikan.”
Dengan mempertimbangkan prinsip Good Public Governance (AAUPB) dalam rangka Reformasi Birokrasi, serta yurisprudensi hukum pada Lembaga Non-Struktural, KTKI-Perjuangan meminta agar Menteri PANRB dan Kepala BKN segera mengambil langkah hukum sesuai peraturan yang berlaku terkait dugaan rangkap jabatan dan kejelasan proses pemberhentian sementara PNS atau pensiun dini pada saat pelantikan Pimpinan KKI sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 69/M/2024. Proses ini harus dijalankan sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya pada KTKI. (hab)
Penulis : Hadits Abdillah
Editor : Hadits Abdillah